Tentang yang ku sebut “mimpi buruk”. Akankah menjadi kenyataan atau hanya sekedar mimpi.
Malam ini, aku masih tidak tau harus menulis
apa, yang aku tau malam ini aku harus menulis. Aku masih terus berpikir apa
yang harus ku tulis? Sejam lebih aku memikirkannya tapi akhirnya aku tak
menulis apa pun.
Pikiranku kembali pada coretan-coretan yang
pernah ku buat. Entah sudah berapa buku tulis
yang habis, penuh dengan coretan-coretan sampah yang tidak berguna sama
sekali. Coretan-coretan yang ku percaya dapat membawa keberuntungan di masa
yang akan datang. Tapi ternyata apa yang ku dapat? Tidak banyak. Lalu apa gunanya selama ini coretan itu ku
buat?
“Entahlah!”
Hujan masih saja turun meskipun tidak sederas
kemarin malam, tapi paling tidak aku masih bisa mendengarkan beberapa lagu
kesukaanku.
Entah mengapa, tiba-tiba malam itu pikiranku
tertuju pada mimpi burukku. Ya! Ku katakan mimpi buruk karena selama
bertahun-tahun aku tidak pernah berani mengatakan mimpiku ini pada siapapun.
Bahkan kepada orang yang paling ku percaya sekali pun aku tak pernah
mengatakannya.
Mimpiku sederhana saja, aku ingin menjadi
penulis. Tapi saat ada yang bertanya padaku tentang mimpi itu, aku hanya diam.
Hening dan mengalihkan perhatian. Namun keinginanku untuk terus menulis dan
mewujudkan mimpi kecilku terus mengalir layakanya darah yang mengalir di
tubuhku.
Bukan iming-iming uang atau menjadi terkenal
yang kuinginkan. Aku hanya ingin mewujudkan mimpi kecilku yang selalu
membayangiku. Selama bertahun-tahun aku memendamnya dan pelan-pelan aku mulai
belajar untuk mewujudkannya. Tapi entah mengapa aku selalu gagal dan tak satu
karya pun ku hasilkan.
Aku lelah, aku harus menyerah dan aku harus
berhenti. Tapi semakin aku berhenti, mimpi itu terus membayangiku dan
menghantuiku serta mengikutiku kemanapun aku pergi. Aku jadi takut, aku takut
jika suatu saa aku menyesal karena meninggalkan mimpi kecilku itu. Dan sejak
saat itu mimpi kecil yang sederhana ku sebut dengan mimpi buruk. Mimpi yang
paling buruk yang pernah ku alami.
***
Aku mulai mengenal dunia tulis menulis sejak
aku kelas XI, waktu itu tahun 2008 aku di kenalkan dengan karya besar kang
abik, Ketika Cinta Bertasbih serta karya besar Andrea Hirata, Laskar
Pelangi. Sejak saat itu aku berpikir menjadi penulis adalah hal yang keren.
Lalu, anak ingusan yang ingin tau banyak
tentang dunia tulis menulis ini pun belajar dari internet. Mencari tau apa dan
bagaimana caranya supaya bisa menulis. Tapi semua itu sempat luntur ketika aku
sadar tak ada yang menarik dari yang ku tulis, aku bahkan gak percaya diri
dengan semua yang ku tulis.
Aku diam, lalu belajar dari menulis puisi.
Beberapa bait puisi ku tulis tapi pada akhirnya puisiku itu hanya menjadi
sampah yang terlupakan dan terbuang. Dan tak jauh beda dengan coretan adikku
yang baru belajar menulis.
Sampai sekarang aku tidak pernah tau dimana
dan apa saja puisi yang pernah ku buat itu. Meskipun pada akhirnya dua buah
puisi sempat terbit di sebuat surat kabar lokal. Tapi aku masih saja
menganggapnya sebagai tulisan yang terlupakan terbuang dan tak layak.
Entah karena aku yang tidak percaya diri atau
karena aku yang bodoh saat itu aku berhenti menulis puisi. Dan entah mengapa
juga saat itu juga aku jadi tidak suka puisi, aku bahkan tak mau membaca puisi.
Bagiku puisi tak lebih dari sekumpulan kalimat putus asa.
Mimpi itu kembali menghantuiku. Pelan-pelan
keinginanku untuk menjadi penulis itu semakin tumbuh. Untuk memenuhinya aku
mulai dari menulis catatan harian, catan-catan kecil yang selanjutnya kusebut
dengan catatan sampah. Karena aku tau semua catatan itu tak ada gunanya.
Tapi aku masih tidak mau berhenti, jariku
masih ingin menulis. Sampai aku dihadapkan dengan pilihan sulit “Menulis atau
belajar”. Tapi akhirnya aku lebih memilih untuk menulis karena jiwakau ada
disana meskipun penuh dengan cacian, tapi jiwaka hidup disana. Meskipun sendiri
dan berteman sepi sekali lagi jiwaku hidup disana.
Lalu aku jadi pemimpi besar penghayal panjang
dan malas untuk belajar. Buku pelajaran yang selama ini ku beli masih tersusun
rapi di rak buku tanpa ku sentuh sama sekali. Aku lebi memilih buku catatan
kosong dengan coretan-coretan sampah yang membuat jiwaku hidup.
Seolah aku menemukan dunia baru disana.
Disana aku bisa menulis apa pun. Apa pun tanpa terkecuali. Semua yang
kuinginkan, yang kusukai serta apa yang kurasakan semuanya bisa kutulis disini.
Sekali lagi tanpa terkecuali.
***
Tahun 2011 aku kuliah di jurusan Pendidikan
Matematika. Disana untuk pertama kalinya impianku untuk
menjadi penulis di tertawakan. Aku hanya bisa diam dan pasrah. Tapi hatiku gak
bisa diam, hati berontak. Ada rasa kesal dan ada rasa yang mendorongku untuk
segera mengakhiri semua ini.
Aku kembali melanjutkan coretanku, coretan
yang menghasilkan sampah terbuang dan terlupakan. Aku masih aja menulis di
catatan sampahku, meskipun pada akhirnya hanya menghasilkan sampah. Ada setetes
harapan yang membuatku tersenyum saat aku menulis di catatan sampahku “paling
tidak ini menjadi latihan bagiku”.
Kebiaaanku untuk menulis di catatan sampah
tidak pernah berhenti, dan mimpi burukku selalu menghantuiku. Sampai akhirnya
aku menulis di blog. Membagikan tulisan sederhanaku di blog ini. Sejak blog ini
lahir sampai sekarang nama blog ini masih sama ‘Catatan Kecil Yusri” nama ini
ku ambil dari catatan sampah yang memenuhi rak buku ku.
Sejak 2008 sampai sekarang mimpi kecilku
untuk menjadi penulis selalu tumbuh bahkan semakin besar . Aku terus menulis
walau pun pada akhirnya tak ada satu karya pun yang ku hasilkan. Meskipun
demikian aku selalu percaya tak ada karya besar yang lahir dalam satu malam.
Berbagai tulisan pernah ku buat, mulai dari
Get Up, Gelas Kosong dan Susu Coklat. Tapi sekali lagi semua itu ku anggap
sampah dan menambah daftar kegagalanku.
Aku belajar untuk terus penulis sampai
akhirnya aku berpikir aku gak boleh berhenti menulis, jika aku berhenti
semuanya akan berakhir. Perkara di terima atau tidak oleh pembaca, itu nanti.
Yang penting aku harus terus menulis.
***
Sampai detik ini mimpi buruk itu terus menghantui, bahkan saat
sedang mengajar terkadang mimpi itu datang menghampiriku sambil berkata “Hay”.
Aku pernah mencoba untuk menghidarinya dan menguburnya dalam-dalam. Tapi aku
tidak bisa, mimpi buruk itu terus menghantuiku dan mengikuti kemana aku pergi.
Ia tumbuh semakin besar, semakin aku
menghindainya ia semakin kuat saja. Ia berontak seolah memintaku untuk
menjemputnya. Aku diam, tapi dia selalu datang padaku, meminta padaku dan
memohon padaku untuk menyegerakannya.
“Entahlah!”
Aku tidak pernah tau apa yang akan terjadi
esok. Yang aku tau esok selalu datang lebih cepat dari yang kuiginkan. Begitu
juga dengan mimpi burukku itu, selalu datang lebih cepat dari yang kuinginkan.
Dari tahun 2008 sampai 2016 sekitar delapan
tahun, dari aku sma sampai jadi guru sma, mimpi itu terus tumbuh dan semakin
besar saja setiap hari. Dan pada akhirnya aku memang harus mengupayakannya. Aku
menyerah untuk berhenti, mimpi buruk yang terus menghantuiku ini harus ku
akhiri. Karena ini masalahku, jadi aku harus menyelsaikannya.
Aku kembali mengulang masa lalu, membuat
coratan di buku tulisku. Entah berapa buku tulis yang sudah habis, semuanya
penuh dengan coretan yang menghasilkan sampah. Tapi semua itu tidak membuat aku
menyesal, jiwaku disana dan aku senang disana meskipun terkadang terabaikan.
Aku menganggkat penaku lagi, membuat coretan
lagi lalu di hadapkan pada dua pulihan “pekerjaan atau menulis”. Aku memilih
menulis tanpa mengabaikan pekerjaanku. Menulis lagi dan memenuhi panggilan
jiwaku, menambah catatan sampahku dan berusaha untuk menghentikan mimpi
burukku.
Sampai suatu hari, aku membaca cerpen di
malam itu. Cerpen yang mengubah semuanya dan mengubah pandanganku tentang
menulis. Ada pesan yang ku dapat “aku harus bersyukur dengan semua yang ku
miliki meskipun itu hanya setetes embun”
***
Jariku kembali menari diatas keybord, kali
ini jariku bergerak dengan lebih cepat dari biasanya. Seolah mendapat ide
cemerlang aku terus menulis mengabaikan tarian hujan yang turun malam itu,
dingin tak lagi kurasakan ada kehangatan yang ku rasakan di malam ini.
Hujan mulai surut, tak lagi kurasakan dingin
di malam itu. Ditemani iringan musik favoritku aku melanjutkan tulisanku. Tapi
kali ini bukan catatan sampah lagi, sebuah catatan perjalanan yang ingin ku
sampaikan. Lwat tulisan ini ada pasan yang ku sampaikan. Tak uah ku beri tahu,
kalian akan tau sendiri setelah selesai membacanya.
Lewat tulisan ini jiwaku menyala, mimpi buruk
yang menghantuiku kini perlahan menjadi mimpi yang indah. Ia seolah bersinar
menerangi malam ini. Ada secercah harapan yang tumbuh bersama rintik hujan
malam ini. Ia seolah tersenyum dan menyapaku.
Sepertinya hujan telah berhenti. Tak lagi ku
dengar suara rintik hujan diatas rumahku. Hanya tetesan air yang menetes dari
sisa-sia hujan. Barang kali lagit pun mengerti, lewat hujan dia ingin
menyampaikan bahwa langit pun bisa tersenyum. Aku tersenyum kecil, tapi malam
ini aku tidak bisa menatap langit, aku masih ingin didalam rumah menyelesaikan
tulisanku, diluar dingin.
Entah menjadi kenyataan atau hanya sekedar
mimpi saja. Aku sudah tidak peduli yang penting bagiku “aku tidak berhenti”
-------------------------------oOo-----------------------------