Aku sebel
Sudah tiga bulan lebih aku berteman
dengan Nindi, dan satu hal yang pasti adalah ; temen harus bisa menjadi
pendengar yang baik. Aku selalu menjadi pendengar yang baik untuk nindi
meskipun kadang-kadang aku gak mendengarkan. Dan diantara semua cerita nindi
yang paling sulit ku mengerti adalah tentang cowok yang naksir dia.
Waktu itu jam 2 siang, rencananya aku
dan nindi akan nongkrong di warung kopi sebelah kampus. Udah setengah jam kami
disini tiba-tiba seorang pelayan warung kopi menghampiriku “Maaf mas, di panggil
abang itu, yang pake baju hitam di meja nomor 9” ujarnya sambil menunjuk kearah
orang gendut berbaju hitam.
“Abang itu ya?” tanyaku
Dia mengangguk “iya mas” lalu pergi
meninggalkan kami berdua.
“Eh, siapa?” nindi penasaran
Aku menggeleng “Gak tau?”
“Jumpain aja kali. Siapa tau dia kenal
samamu?”
Perasaanku gak enak. Bisa kebayang gak?
Aku di panggil orang tak di kenal di tempat umum. Kalo ternyata dia bukan orang
baik gimana? Ah sudahlah, berpikir positif aja.
Aku pun nyamperin laki-laki itu “Bang,
manggil saya?”
“Oh! Iya mas, silahkan duduk?” ujarnya
ramah.
Aku menelen ludah “ada apa ya bng?”
tanyaku
Laki-laki itu tersenyum “Mas temennya
nindi kan?”
“Iya” jawabku
“jadi gini mas. Temenku ada yang suka
sama Nindi, nah karena kebetulan ninidi ada dasini dan dia pun lagi disini.
Jadi rencananya dia mau nembak Nindi disini. Kayak acara-acara di tv gitu mas”
“Oooooh, gitu” aku ngerti maksudnya
“Yakin mas mau disini”
“iya mas disini. Sekarang”
“Hah! Sekarang?” aku kaget
“Iya mas. Sekarang. Mangkanya aku minta
tolong mas duduk disini aja. Pokonya nanti kami yang bayarin semuanya”
“Memangnya gapapa bg”
“Santai ajah mas, warkop ini temen kita
punya. Pokoknya aman deh, yang penting mas disini ajah dulu sampe semuanya
kelar”
“Yaudah lah bg”
“Makasih ya mas” laki-laki itu pun
memberi isyarat kepada temennya.
Aku menelen ludah. Perasaanku gak enak,
bukan karena cemburu tapi karena aku gak yakin Nindi bakalan menerima cowok
yang bakalan nembak dia. Meskipun aku gak tau siapa cowok itu, tapi aku yakin
cowok itu pasti adalah orang yang pernah di ceritakan Nindi tempo hari.
Aku yakin bener karena dari semua yang
pernah di ceritakan nindi cuma ada satu cowok yang naksir berat dengannya. Dan
aku yakin cowok itu pasti ada disini, di warkop ini.
Selanjutnya muncul dua orang laki-laki
dengan memainkan sebuah istrumen gitar, masing-masing dari mereka berdiri tepat
di sebelah kiri dan kanan nindi.
Lalu seorang laki-laki lagi datang
dengan melantunkan semuah sajak, sembil membawa setangkai mawar merah. Mungkin
dialah orangnya, orang yang dimaksud laki-laki gendut tadi.
Dengan langkah perlahan dia mendekati
nindi. “Hari ini bukan milikku, begitu juga dengan esok dan kemarin. Karena
sejatinya aku tak pernah memilik hari apa pun. Tapi aku punya hal indah yang
membuatku merasa semua hari adalah hariku. Yaitu hari dimana Aku betemu
denganmu.”
Mendadak suasana yang tadinya riuh menjadi hening, mereka saling berhadapan,
para pengunjung memperhatikan mereka.
Nindi hanya diam sementara itu laki-laki itu melanjutkan sajaknya.
“Ketahuilah nin, jika hari ini menjadi
milikku, maka aku hanya ingin bersamamu. Dan jika hari ini dibrikan kepadaku
maka aku hanya ingin bertemu denganmu...”
Cowok itu semakin mendekati nindi.
Nindi mengernyitkan dahinya. Dia beranjak dari duduknya, berdiri seolah tau apa
yang akan terjadi selanjutnya. Tanpa bicara sepatah kata pun nindi pergi
meninggalkan laki-laki itu.
Orang-orang yang menyaksikan hanya bisa
diam, mereka seolah tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Seolah tak mau
melihat laki-laki itu kecewa mereka kembali ke aktifitas semula. Menikmati
hidangan diatas meja yang tadinya sempat tertunda.
Laki-laki itu mengejar nindi, tapi
nindi terlalu cepat untuk di kejar. Meskipun pada akhirnya laki-laki itu
berhasil meraih tangan Nindi. Namun, Nindi tetap berjalan tanpa menolah ke arah
laki-laki itu.
Akhirnya laki-laki itu pasrah dan
membiarkan nindi pergi begitu saja.
Aku menggelengkan kepala, aku udah
menduga hal ini pasti terjadi. “Aku udah bisa pulang kan bang?” tanyaku pada laki-laki
gendut di sebelahku.
“Oh. Iya, mas silahkan”
Aku menagngguk.
“Biar kami aja yang bayar mas”
“Eh! Makasih bang”
“Iya mas. Sama-sama”
***
Malam itu aku datang ke kosannya nindi.
Berharap dia gak marah padaku. Kali aja dia mengira aku sekongkol dengan
laki-laki tadi. “Kau gak marakah kan sama ku”
Nindi tersenyum kecil “Ah! Ngapain juga
aku marah sama mu. Lagian aku tau kok kau gak tau apa-apa”
“Jadi, apa orang itu yang selama ini
kau maksud”
“Iya” nindi mengangguk “tadi dia dateng
lagi. Terus ngomongin semuanya”
“Terus gimana?” aku penasaran
“aku tetap gak bisa menerima dia.
Meskipun dia anak yang baik dan romantis” ujarnya dengan suara yang pelan “Tapi
aku tetap menolaknya”
“Kenapa?”
“Kan ada kau. Kalo aku jadian sama dia.
Terus siapa yang mau jalan sama mu nanti”
“Ah! Gombal melulu”
“apa an sih?” nindi tersenyum lebar
Mendadak perasanku jadi gak enak
“Kok aku jadi sebel ya?” ujar nindi
Aku menatap Nindi “iya. Aku juga sebel”
-------------------------------oOo-----------------------------