Inilah aku sekarang
Aku ingin menjadi lebih baik lagi.
Setelah semua yang terjadi padaku, aku sadar aku memang banyak salahnya.
Dan salah satu kesalahan terbesarku adalah “Aku jomlo”
Iya, aku udah 26 tahun dan aku masih jomlo, padahal tiga tahun yang lalu
aku punya pacar dan setahun yang lalu aku punya gebetan.
Tapi sekarang semua udah berubah “Aku jomlo”
“Iya aku jomlo”
Dan sekarang mimpi ku menjadi lebih sederhana “Aku pengen nikah dan
Menghajikan orang tua lalu Lanjut S2”
***
Kemarin aku dapet undangan nikahan lagi. Sejak dua tahun belakangan ini
aku memang sering dapet undangan nikahan, hampir setiap bulan aku mendapat
undangan nikahan.
Bahkan sebulan ini aku udah dua kali dapet undangan nikahan,. Kemarin
undangan nikahan temen SMA, sekarang undangan nikahan temen kuliah.
“Mungkin memang sudah waktunya”
Pada akhirnya aku kesel dengan diriku sendiri, kapan aku ngundang
temenku? Masak aku diundang terus?
Ah! Sudahlah hidup memang tidak semudah itu. Dan mungkin belum saatnya
bagiku.
Aku memang belum bisa ngundang. Tapi paling tidak aku bisa menjadi tamu
undangan yang baik.
***
Dua minggu lagi Miko akan segera menikah, padahal waktu kuliah aku
sempet merasa Miko tidak lebih baik dariku.
Untuk urusan kuliah aku merasa aku lebih baik darinya. Aku sering
ngajarin dia dan aku sering di contekin dia.
Tapi ternyata itu tidak menjadi ukuran keberhasilan seseorang. Terutama
keberhasilan dalam melangkah ke jenjang hidup selanjutnya “Menikah”
Justru aku yang sering di bilang “Jenius” ini malah terdampar dalam
kehidupan pelik yang kelihatan ambigu.
Di satu sisi aku bisa di bilang berhasil dan di sisi lain aku juga bisa
di bilang gagal. aku di bilang berhasil karena aku udah punya pekerjaan, dan aku di bilang gagal karena sampe sekarang aku belum menikah. Gak ada yang salah dari dua pandangan itu. Semua itu
tergantung dari sudut mana orang memandangku.
Aku salah apa coba?
Satu persatu temenku sekolahku meninggalkanku, mereka memasuki jenjang
kehidupan berikutnya, lalu sibuk dengan kesibukan barunya masing masing. Teman
kuliahku juga sama, mereka juga sibuk dengan kehidupan barunya masing-masing.
Kini hanya tersisa beberapa temen mengajar yang memiliki kesibukannya sendiri.
Sekarang semuanya sibuk dengan kehidupan masing-masing. Dan aku tidak
bisa menyalahkan siapa pun. Mungkin karena sudah waktunya dan mungkin karena
sudah saatnya.
Aku masih ingat betul, terakhir kali aku nongkrong bareng temen kuliahku itu
ramadhan dua tahun lalu. Sekarang semua udah berubah, udah gak sama sepertu
dulu lagi. Satu persatu temanku berkeluarga dan akan sangat sulit ngajak mereka
ngumpul bareng. dan aku harus memakluminya.
Ilham, temen kuliah yang begitu akrab denganku sekarang sudah punya anak
satu, Rian yang sering ku kacangin udah punya istri, Dhani yang polos juga udah
nikah, Miko yang dulu sering ku buli
sebentar lagi menikah, Lita yang pemalu udah nikah, Rika yang tomboy juga udah
punya anak dan terakhir Romlah temen kuliah yang sering ku godain sekarang
sudah hamil.
Sebagian besar, Temen-temen nongkrongku udah berkeluarga, tinggal Auji
yang belum menikah itu pun sekarang tinggal di kampung halamannya, Banda Aceh.
Sementara itu Laila, mantanku juga udah punya anak.
Dan masih banyak lagi temanku yang gak bisa ku sebutin satu-satu.
“Ah! Sudahlah”
Kini tinggal tersisa teman ngajarku “Faisal dan Dheni” keduanya adalah
guru freshgraduate di sekolah tempat
aku mengajar, mereka adalah guru Sejarah dan PJOK, sedangkan aku adalah guru
matematika. Mereka masih muda, sama sepertiku dan di sukai banyak siswa. Dan
sama-sama sering di tanya siswa “Bapak kapan nikah?”
Sekitar dua tahun yang lalu kontrakanku rame dengan teman kuliahku, rame
dengan teman nongkrongku rame dengan temen ngajarku, rame dengan guru-guru
muda. Sekarang kontrakanku udah sepi.
Alasannya sederhana mereka udah nikah.
Sebagian besar mereka sudah berkeluarga dan sebagian lagi memiliki
kesibukan yang tak bisa di tawar-tawar.
Lalu mengapa aku tidak dateng kerumah mereka saja?
Percuma saja, mereka sibuk dan aku juga sibuk. Hanya pada waktu-waktu
tertentu saja kita bisa bertemu. Misalnya buka bersama saat Ramadhan, itu pun kalo "iya".
Sekarang kontrakanku sepi. Sepi pengunjung maksudnya. Hanya
sekali-sekali temanku datang, itu pun kalo ada perlunya. Dan aku maklum, karena
kadang-kadang aku juga begitu.
Faisal dan Dhani juga udah jarang dateng kerumah. Setauku faisal sibuk
ngajar di swasta dan Dhani kini ikut kakaknya dagang.
Paling-paling yang dateng kerumahku adalah siswa dan orang tua siswa.
Siswa yang dateng kerumah biasanya kalo tidak nanyak tugas pasti nanyak
yang aneh-aneh misalnya “Pak besok libur?” “Pak besok bagi raport orang tua dateng
ya?” atau “Pak Besok di suru bawak apa sih pak? Saya lupa” pertanyaan sepele
yang kadang membuatku geleng kepala. Dan yang paling parah “Pak! Tadi tugas yang bapak suruh yang mana ya?”
"Hmmmm" aku menarik nafas dalam-dalam
Kecuali orang tua siswa yang datang untuk memastikan kebenaran ucapan
anaknya “Pak bener ya besok masuk siang?”
“Iya bu, besok kan kelas xii ujian masuk pagi, kelas xi dan kelas x
masuk jam sepuluh pagi”
“Kan betol kan kan mamak, mamak sih gak percaya” si anak merasa menang
“Oooh, gitu ya pak, makasih ya pak”
Kadang-kadang ada juga orang orang tua siswa yang curhat “Pak,
gimana ya pak nasehatin anak saya itu. Udah bolak balek saya bilangan masih aja
gak berubah-berbuah. Sudah semua cara say alakukan pak”
Kalo udah gini aku bakalan menjadi sangat bijak.
Kebetulan aku ngontrak rumah di dekat sekolah, dan sebagian besar siswa
siswi ku adalah adalah masyarakat sekitar yang tinggal tidak jauh dari sekolah. Mangkanya aku sering ketemu dan sering di kunjungi orang tua dan siswa siswi ku.
Sebenernya aku bukan satu-satunya guru yang tinggal di dekat sekolah tapi mengapa cuma aku yang sering di kunjungi?.
Mungkin jawabannya karena "Aku tinggal sendirian"
***
Siang itu Helmi dateng ke kosanku, katanya malam ini dia mau nginep di
rumaku.
Aku seneng sih, karena udah lama aku tidur sendirian. Jadi malam ini aku
bakalan punya temen tidur. Udah hampir setahun sejak teman ngontrakku pindah
gara-gara sudah wisuda.
“Abang sendirian aja?”
“Iya?” aku mempersilakan Helmi masuk
“Rapi ya? Jarang-jarang aku lihat jomlo yang rapi?”
“Maksudmu?” dahiku mulai berkerut
“Biasanya jomblo yang tinggal sendirian itu berantakan loh?“ ujarnya
tanpa rasa bersalah “Abang kapan nikah?”
“Tahun depan, doain aja” Jawabku cepat
“Bang Miko minggu depan nikah. Masak abang mau tahun depan? Inget bang,
kak Layla udah punya anak, kak Romlah tahun depan juga udah punya anak. Abang
mau kapan lagi punya anak?”
Aku diam, dan menunjukkan ekspresi tidak enak “Sukakmu lah”
Helmi duduk manis di ruang tamu sambil menceritakan unek-uneknya.
Ceritanya dia lagi berantem dengan teman satu kosnya. Katanya mereka berantem
gara-gara cewek. “Rebutan cewek nih ceritanya”
Sudah menjadi rahasia umum, sejak aku kuliah, aku selalu di datengi
temen-temenku yang punya masalah hati. Bisa dibilang aku adalah pakarnya kalo
urusan yang kayak ginian.
Katanya aku jago jadi problem solver. Katanya lagi solusiku untuk
masalah hati gak di ragukan lagi. Ini terbukti dari banyakknya jomlo yang
berhasil menikah setelah ku comblangi.
Iyaaa, meskipun aku gak merasa begitu.
“Jadi gimana bang?” tanya Helmi setelah bercerita panjang lebar
“Gimana ya? Abang udah lama sendirian jadi ya gitu, ilmunya udah luntur?”
jawabku sambil ngelus-ngelus jenggotku yang tak seberapa
“Ah! Abang payah! Ayo lah bang, nanti ku traktir ayam penyet loh?”
“Jangan! jangan ayam penyet!”
“Jadi apa?”
“Bebek fresto cabe ijo aja? Di depan simpang itu”
“Ah! Abang sih, kelamaan jomlo jadi payah? Yauda deh! Tapi harus jelas
ya!”
***
Helmi itu adiknya Romlah, mahasiswa ekonomi semester Sembilan. Harusnya
dia udah wisuda tapi gara-gara pacarnya di tikung dia gak jadi wisuda. Katanya
urusan hati itu penting dan harus diselesaikan terlebih dahulu.
Di bandingkan Romlah, Helmi lebih percaya padaku. Sejak Helmi SMA aku
sering main ke rumahnya, waktu itu aku masih Kuliah, niatnya sih modusin si
Romlah, eh malah berakhir dengan main PS bareng Helmi.
Akhirnya aku pacaran dengan temennya Romlah, terus putus. Begitu putus
aku sempet pedekatein si Romlah. Eh! Ternyata gak jodoh juga. Sedihnya, Romlah
berjodoh dengan sepupuku sendiri.
Ah! Sudahlah! Jodoh memang misteri.
Aku gak berjodoh dengan Romlah padahal aku dan Helmi udah kayak sodara
sendiri, maklum aku gak punya adik laki-laki sedangkan Helmi anak paling kecil dan
anak laki-laki satu-satunya.
***
Malam itu helmi menceritakan semuanya, mulai dari pertemuan pertamanya
dengan Tini, pacarnya sampai akhirnya di tikung Parto, teman satu kosnya.
“Jadi sekarang maunya gimana?” Tanyaku serius
“Entahlah! Aku juga bingung”
“Sudahlah, sudahi saja semua itu percuma”
“hah! Maksudnya” Helmi sok kaget
“Kau wisuda aja dulu, nanti kalo udah wisuda semuanya pasti berubah. Kau
pasti akan kerja dan bertemu orang-orang baru. Denger ya, kadang-kadang kita
harus mengabaikan yang kayak ginian. Supaya apa? Supaya urusan yang lebih
penting bisa kita selesaikan. Contohnya kuliahmu. Percuma kan kau kuliah kalo
pada akhirnya gak jadi wisuda gara-gara cewek. Untung aja kau gak nangis di
depanku”
“Abang aja gak tau, aku sempet nangis loh”
“Astaga” aku menggeleng kepala
Lalu lanjutku “Tobat euy, ngaji sana ngaji. Kau menangisi dia yang gak
jelas. Harusnya kau malu dengan dirimu sendiri”
“Ah! Abang parah! Abang kenapa sih? Sensi banget, bisa gak jangan
ceramah gitu. Kasi aku motivasi untuk Move
On gitu”
“Ya itu lah motivasinya, Dasar anak-anak”
“Parah abang! Abang kayak gak nangis aja waktu di tinggal kak Romlah!”
“Heh! Denger ya? Biar bagaimana pun kau masih saja anak-anak. Gak usah
memaksakan dirilah. Apa lgi memaksakan hatimu dengan dia. Berat memang tapi
suatu saat kau pasti bisa. Berdiri dan melangkah sendiri. Percayalah bro, hidup
ini bukan hanya tentang aku, kau dan dia, ada bagian-bagian lain yang harus kau
selesaikan. Ada bagian-bagian yang harus kau jalani. Jatuh cinta dan patah hati
adalah bagian yang harus kau lewati”
Aku nyeruput teh yang udah gak hangat lagi “Ada yang bilang jatuh cinta
dan patah hati itu satu paket. Kalo kau jatuh hati kau harus siap patah hati. Kalo
kau ingin bahagia kau juga harus siap menderita. Lagi pula dengan kembalinya
tini ke pelukanmu apa kan membuat semua menjadi lebih baik?”
Helmi menggeleng
“Belum tentukan?” kataku “Hidup gak cuma soal hati, gak cuma soal cinta
dan gak cuma soal perasaan. Ada bagian tertentu yang harus mengutamakan akal
sehat” aku menunjuk kepalaku
Lalu kulanjutkan “Mulai sekarang berubahlah! Dunia ini kejam. Jangan mikirin
dia lagi jagan berharap dia kembali. Perbaiki dirimu berubah jadi lebih baik
lagi, selesaikan kuliahmu kemudian bekerjalah. Itu baru namanya manusia. Tapi,
ada tapi nya loh ya. Kalo ternyata kalian berjodoh ya itu lah jodohmu. Artinya apa
pun yang terjadi jodoh pasti ketemu. Meskipun sampe sekarang aku belum punya
jodoh ”
Helmi menarik napas dalam-dalam “Iya sih. Tapi? ah! Udahlah. Aku pun gak
tau harus ngomong apa lagi”
Aku menepuk pundaknya “Yang pasti aku cuma mau bilang sama mu. Jangan
habiskan masa mudamu karena dia. Percayalah setiap tahun kau pasti akan bertemu
orang-orang baru yang akan melengkapi ceritamu. Ada yang singgah sebentar, ada
yang lama, ada yang singgah agak lama dan akan ada juga yang akan singgah selamanya.
Masalahnya sampai sekarang aku belum nemu yang bisa singgah selamanya. Mungkin
nanti, mungkin suatu saat nanti”
Ruangan itu mendadak hening. Helmi bernjak dari duduknya, menyeduh kopi
lagi lalu menyalakan laptopnya. Katanya “Besok aku harus jumpa pembimbing
skripsiku. Terus ku bilang sama disenku disini aku ketemu orang yang gagal jadi
abang iparku tapi gak pernah gagal jadi abangku. Thanks Brother”
***
Seminggu berlalu, aku dapat pesan WhatsApp
dari Helmi “Thans Brother, bulan lima ini aku wisuda. Datang ya bang”
“Enggak” jawabku singgkat”
“Kenapa?”
“Aku gak mau ketemu kakakmu”
“Yaaaaaaaaa… Eh! BTW ada pasien lagi nih Bg. Besok kami mau jumpa abang.
Boleh ya?”
“Enggak”
“Kenapa?”
“lebih baik dia tobat aja. Hidup ini kejam”
Hanya di baca dan tidak di balas. Sepertinya Helmi mengerti apa
maksudku.
Aku gak mau lagi jadi makcomblang atau apalah itu namanya. Kalo pun
ada yang curhat padaku tentang masalah dengan pujaan hatinya aku gak akan
memberikan nasehat yang muluk-muluk lagi, aku cukup bilang bertaubatlah! Hidup ini
kejam.
Ini lah hidupku sekarang, pasca pernikahan gebetanku semuanya terasa
sepi. Sepi, begitu katanya, meskipun sesekali Helmi dateng kerumah dan sesekali
Ilham dateng kerumah dan sesekali aku datang kerumah ilham. Tetapi tetap aja
masih ada yang kurang dalam hidupku.
Mungkin aku masih kurang bersyukur, mungkin juga aku masih kurang
bersabar, mungkin juga keduanya.
Tapi ini lah hidup, setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Meskipun
aku kehilangan teman-temanku cepat atau lambat aku pasti akan ketemu
orang-orang baru yang akan menggantikan teman-temanku.
-------------------------------oOo-----------------------------