Kerikil Kecil - 8 -Cerita tentang teman facebook dan chatingan tengah malam. Ada pertemuan yang harus dilakukan
Beberapa bulan yang lalu aku dapet temen facebook baru sebut
saja namanya Lisa. Lisa dua tahun
lebih muda dariku,
wajahnya putih dan rambutnya panjang ditambah
kedua sumpipit di kedua pipinya. “Dia gadis yang manis”
Kami berteman
gara-gara grub facebook Motivasi Cinta. Waktu
itu aku sering mengomentari status dari grub facebook tersebut. Sama sepertiku Lisa juga
sering memberikan komentarnya di grub itu.
Waktu terus berjalan hingga suatu hari Lisa memberikan
komentar yang sama denganku “Aku setuju dengan kak Rian .... ”
begitulah kira-kira komentarnya waktu itu.
Sejak saat itu aku sering chatingan dengan Lisa. Sekedar
ngobrol dan berbagi cerita dengannya.
Obrolan kami selalu di mulai setiap jam semibilan malam. dan
dilaksanakan tiga kali seminggu.
***
Seperti biasa, setiap jam sembilan malam aku membuka
facebook dan berharap bertemu Lisa. Harapanku menjadi kenyataan. Kami pun
memulai obrolan kami.
“Lisa kenapa?”
tanyaku waktu itu
“Gpp kak, cuma gak enak badan aja?”
“Lagii sakit ya?”
“Enggak juga kak?”
“Terus kenapa?”
“Lisa lagi sedih kak?”
“Lagi ada masalah ya? Maaf”
“Mmmm itu kak. Lisa pengen cerita?”
“Oooh! Silahkan. Lisa mau cerita apa?”
“Tapi jangan ngomong sama siapa-siapa
ya kak?”
“Iya”
“Janji ya kak. Lisa pengen curhat nih?”
“Iya, kakak janji”
Lima menit berlalu lisa belum membalas obrolan kami. Aku
meneguk air putih dan berharap obrolan kami tidak terputus. Sepuluh menit
berlalu “Belum
di bales juga”
Aku masih tetap mununggu.
“Gini kak, Belakangan ini ibuku sering
nangis. Karena Ayahku di tuduh korupsi.”
“Ayahku seorang kepala desa di
kampungku. Setahun pertama Ayahku menjabat semuanya berjalan baik-baik aja.
Sampai di tahun ketiga ayahku menjabat Rival poliiknya mulai menunjukan diri.
Entah bagaimana ayahku di tuduh korupsi dan beberapa warga desa pun
mengiyakannya. Gara0gara itu ayahku di bawa ke meja hijau”
“Ibu tahu bener apa yang di lakukan
ayah dan ayah gak mungkin korupsi. Ibu sering nangis di depan kakakku”
“Aku pengen pulang kampung kak, tapi
ayah dan ibuku gak ngijinin. Katanya aku harus tetap kuliah dan lebih aman kalo
aku di medan.
“Aku memang aman di medan, tapi jiwaku
gak tenang, aku jadi merasa gak nyaman. Aku pengen pulang dan memeluk ayahku”
Aku membaca pesannya berulang-ulang. Berusaha memahami dan
berhati-hati agar pesanu gak menyinggungnya.
“Jadi selama ini nisa belum pulang
kampung?”
“Belum kak”
“Terus nisa tau informasinya gimana?”
“Beberapa minggu yang lalu temen
sekampung ku buat status isi Dasar kepla desa korup”.
lisa kaget bacanya kak. Lisa gak berani komentar. Lisa diem aja. Lisa telpon
orang tua, katanya kondisi kampung baik-baik aja”
“Tapi beberap hari kemudian, temen lisa
ngirim pesan lewat BBM. Katanya ayah dituduh korupsi”
“terus di facebook banyak temen dari
kampung yang buat status tentang kondisi ini. Ada yang menghujat ayah ada juga
yang doain ayah”
“Lia coba telpon ibu, tapi iu gak mau
ngomong cuma suara tangisannya yang lisa denger. Lisa gak kuat kak. Terakhir
tetangga lis ayang menjawab telponnya dan menceritakan semuanya”
“Katanya lis agak boleh pulang kampung.
Tapi lisa ngotot pengen pulang kampung”
“waktu itu, Lisa udah siap-siap pengen
pulang kampung. Tapi kakak nelpon katanya kalo Lisa sayang sama keluarga sebaiknya
lisa jangan pulang kampung.
“Suasana desa lagi gak aman. Banyak
warga yang ikut demonstrasi menuntut ayah di penjara. Sementara itu warga yang
pro ke ayah menuntut suapa gugatan korupsi ayah di cabut”
“Suasana makin mencekam ketika warga
yang pro ke ayah dan warga kontra ke ayah tawuran”
“Bahkan kakak pernah hampir di culik
oleh warga yang kontra ke ayah mau di jadikan sandera katanya. Tapi untungnya
poilis berhasil menyelamatkan kakak”
“Sejak saat itu ibu dan kakak gak
berani keluar rumah dan rumah kami di jaga ketat oleh polisi”
Obrolan terus berlanjut aku membalas dengan hati hati.
Sesekali aku menasehatinya dan menyemangatinya. Sampai jam empa pagi obrolan
kami masih berlanjut. Hing aterdengar azan shubuh baru kami mengakiri obrolan
kami.
***
Malam itu aku mengirim pesan kepada Lisa. Sampai seminggu
berlalu Lisa tak membalas pasanku. Sebulan berlalu pesanku juga gak di balas.
Gak ada status terbaru di facebooknya. Kalihatannya udah sebulan lebih Lisa gak
aktif di facebook.
Selama berbulan-bulan aku kenal lisa di facebook, aku
gak pernah tau nomor hp nya. Alamatnya
dimana dan kuliah dimana. Yang aku tau dia kuliah di medan sama sepertiku.
Ada yang hilang malam itu. Facebookku sepi biasanya sampai
sebelas malam ada obrolan yang harus ku balas. Tapi ini gak ada. Kalo saja aku
tau curhatan Lisa waktu itu adalah obrolan terakhir kami aku bakalan
menyempatkan diri untuk minta no hp nya agar di saat-saat seperti ini aku bisa
menghubunginya.
Akhirnya aktifitas onlineku berjalan seperti semula. Tanpa
Lisa di facebook. Aku pun jadi malas buka facebook. Seminggu Ini aku jarang
buka facebook. Kalo pun buka fecebook aku cuma ngecek pesan masuk dan
pemberitahuan.
Aku kembali memanjakan diriku dengan membaca manga online
kesukaanku. Sesekali aku berkomentar di manga online. Bertemu dengan teman baru
di dunia maya. Tapi gak ada yang seasik Lisa.
***
Udah empat hari aku gak buka facebook dan udah dua bulan
sejak Lisa gak membalas pesan ku. Akuckembali membaca manga kesukaanku dan tak
lupa aku memberikan komentar nyeleneh ku.
Jam sebelas malam aku membuka facebookku. Dua pluh pesan
masuk dan lima belas pemberitahuan. “dua puluh pesan masuk. Kok banyak
kali?”
gumamku dalam hati
Aku membuka pesan masukku “Lisa”
dua puluh pesanmasuk dari Lisa “Bang
Riaaaaaaaan!”
Aku bingung, gak biaanya lho Lisa memanggilku seperti itu.
“Apa” balasku
“Bang Rian bangnya fadli kan?”
“Iya. Kok tau?”
“Ih. Gila ya?”
“Abang tau gak kenapa kita berteman di
facebook?”
“gak tau?”
“Fadli teman lesku di bimbel. Kata
temen-temennya Fadli abangnya keren. Jadi ku add facebook abang. Eh!
Waktu udah berteman, rupanya Zonk. Foto banag gak ada yang keren. Terus ku
lupain aja. Untung pertemanan kita gak ku batalkan”
“Heh. Apaan sih?”
“Hehehe. Sori ya bang. Kemaren itu
temen Nindi dateng kerumah, terus aku cerita tentang abang. Eh! Disitu Nindi
ngingetin kalo abang itu abangnya Fadli”
“Nindi siapa?”
“Nindi tetangga abang lah!”
“Oooh, Nindi pesek! Temennya Fadli itu
ya?”
“Iya bang”
Aku memang pernah dengar dari mamaku, katanya ada tawuran di
kampung sebelah gara-gara kepala desanya korupsi. Dan berita terakhir yang ku
dengar, sekarang kondisi kampung tetangga udah aman propokatornya udah di
tangkap polisi. Kepala desa dan keluarganya udah bisa beraktifitas seperti
biasa.
Obrolan kami masih berlanjut, banyak pertanyaan yang ku
ajukan padanya. Setelah panjang lebar akhirnya ak tau, ternyata Nindi adalah
warga kampung sebelah dan masih satu kecamatan dengan ku. Sama-sama mahasiswa
dan kuliah di kampus tetangga. Dan katanya kosannya juga gak jauh dari kosanku.
“Terus, fadli mau kuliah diaman bang?”
“gak taulah terserah dia?”
“Fadli itu pinter lho bang! Dia jago
bahasa inggris. Kami yang senioran aja sering iri sama dia. Gara-gara dia kami
jadi sering di banding-bandingkan sama junioran”
“Entahlah gak tau bang”
“Terus. kata nindi, abangnya Fadli itu
sengok ya bang? Kepala preman kampung sebelah yang suka nyolong ubi”
“Eh! Kok dia sampe bilang kayak gitu”
Malam itu suasananya beda. Bahasa obrolan nindi un terasa
beda. Sepertinya masalah di desanya bener-bener udah reda.
“terus gimana kondisi desamu”
“Desaku udah permai kembali. Udah aman
dan Alhamdulillah smuanya duah baik-baik aja”
“Alhamdulillah”
“Makasih ya bang untuk malam itu”
“Sama-sama”
tiba-iba jari ku bergetar, ada keinginan yang ingin ku sampaikan “Eh!
Sekali-sekali etemuan yok?”
“Boleh! Kapan bang? Dimana?”
Aku mengaruk kepalaku. Memikirkan kapan dan dimana kau harus
ketemu Lisa. Malam itu aku terpaku di layar laptopku memandang obrolan yang
masih aktif dan memikirkan apa yang harus aku balas.
-------------------------------oOo-----------------------------