Kerikil Kecil - 7 - Patah hati memang menyakitkan. Tapi hidup harus tetap berjalan, kalo tidak kita hanya akan menjadi sampah
Jam lima sore
Fauzi pulang, dia masuk kamar dengan wajah lusuh “Zonk bro” ujarnya
dengan suara yang parau
Aku yang lagi
asik internetan jadi bingung. “Apanya yang Zonk?”
Fauzi diem
aja, dia merebahkan tubuhnya di kasur dan menutup wajahnya dengan bantal.
“Kau kenapa? Kalah judi apa kalah main togel?”
dia diem aja.
Dengan wajah yang masih di
tutup bantal dia berkata “Mita bro?”
“Kenapa dengan Mita?”
“AaahI”
“Lagi ada masalah ya?”
Dia bangkit
dari kasur dan melemparku dengan bantal “Argh! Sial aku bro!”
“Kau kenapa! Marah sama Mita tapi aku juga juga yang
jadi korbannya!”
Dia duduk
disebelahku dan menceritakan semuanya tentang Mita, gadis yang baru di kenalnya
sekitar empat bulan yang lalu.
***
Jam tiga sore, aku dan Fauzi tiba di taman kampus tetangga.
Sambil menunggu Rini Aku dan Fauzi menikmati pemandangan di sekitar taman. Lima
belas menit berlalu, Rini masih belum datang.
“Lama lagi ya?” aku mulai bosan
“Katanya bentar lagi sampek”
“Bentar laginya itu kapan?”
Fauzi diam..
Tak lama kemudian Rini dateng dengan temennya, Mita.
Disinilah awal pertemuan Fauzi dan Mita, gadis manis yang berhasil mematahkan
hati Fauzi.
“Fauzi”
“Mita”
Pertemuan Fauzi dan Mita hari itu adalah pertemuan yang
panjang bagi mereka. Ku akui Mita memang cantik tapi sayangnya aku tidak
tertarik. Kalau saat itu aku tertarik pada Mita pasti aku bakalan bertengkar
dengan Fauzi.
“Cakep abis”
“Yakin fay?”
“Yakin lah”
Aku menepuk jidakku “Baru juga putus
seminggu yang lalu, uda cari gebetan lagi. Ajaib kau memang.
“Yaaan, yaaan. Kalo urusan cewek
serahkan padaku”
“Inget fay.
Inget kau kemari untuk kuliah bukan untuk pacaran”
“Santai bro!
semuanya aman terkendali”
Baru juga seminggu kenal Fauzi udah
jadian dengan Mita. Aku jadi heran, kok mau ya si cewek sama Fauzi? Terus, si
fauzinya pake mantara apaan, kok bisa cepat dapet pacar, padahal baru aja
putus. Entahlah! Aku gak mau ikut-ikutan.
***
Mereka pacaran seperti kebanyakan orang normal pada
umumnya. Saling komunikasi, ketemuan dan jalan bareng. Semuanya berjalan biasa
aja sampai suatu hari Mita pengen Smartphone baru. Aku sendiri gak tau
smartphone apa yang diinginkannya, tapi yang pasti smartpone model baru yang memiliki
fitur lebih canggih dari dimilikinya.
Fauzi mengeluarkan tabungan rahasianya dari lemari. “Banyak uangmu bro! Untuk apa?
“Ada perlu dikit” jawabnya sambil memghitung uang
“Memangnya ada perlu apa?”
“Perlu sebentar aja?”
“Bukannya tabunganmu untuk liburan kita
nanti?”
“Mendesak bro!”
“Nanti nyesal”
Fauzi diem aja. Kalo waktu itu aku tau dia ngambil
tabungannya karena ingin membelikan Mita Smartphone
baru. Aku pasti akan mencuri uang
tabungannya untuk membeli kasur baru.
“ Jadi waktu
itu kau membelikannya HP baru”
“Iya”
“Bodoh! Ah! Kok
bisaaa lah kayak gitu”
Fauzi menggeleng “Entahlah bro!”
***
Beberapa hari ini Mita susah di hubungi, katanya sibuk
dengan urusan kuliahnya. Sementara itu Fauzi gak percaya gitu aja. Untuk
memastikannya kadang-kadang saat Fauzi datang langsung ke kosannya Mita.
Pelan-pelan
Mita mulai berubah. Dia jadi sering marah-marah gak jelas gitu. anehnya fauzi
hanya bisa diam dan gak mau melawan,
dia kelihatan pasrah
“Kau kenapa sih?! Galau aja dari tadi”
“Ah! Gapapa”
“Hari gini masih galau. Mau dibawa
kemana dunia ini”
“Bisa gak jangan bising?!”
“Kenapa siii!
Ada masalah? ngomong dong?”
“Pusing aku bro. Dari kemarin
dia susah di hubungi.
“Oooh, itu.
Mungkin aja dia udah dapet cowok baru”
Belakangan ini fauzi sering galau. Kadang-kadang dia
termenung dan melamun sendirian. Aku sering mengejutkannya saat dia melamun,
sesekali aku mengajakknya bercanda untuk membuyarkan lamunannya.
“Apa sih maunya anak itu” fauzi mulai kesal
“Sabar bro?”
“Mana bisa sabar kalo udah kayak gini”
“Yaudah, putusin ajalah”
“Jangan dulu bro”
Suasana hati Fauzi yang
kacau membuatnya gak nyaman untuk kuliah, dia pun kelihatan gak
bersemangat. Tapi semua itu sirna ketika Mita menghubunginya dan ngajak
ketemuan.
***
Jam dua siang mereka ketemuan di kafe yang biasa mereka
kunjungi. Lokasinya gak jauh dari kampus dan merupakan kafe yang khusus untuk
mahasiswa.
Mita tiba lima menit lebih awal. Sementara fauzi datang tiba
jam dua siang. Dengan senyum sumringah fauzi dudk manis tepat di depan Mita.
Suasana hening mereka saling pandang gak ada obrolan diantara mereka, sampai
pelayan kafe menghampiri mereka “Mau pesan apa mas”
Mereka memesan minuman. Gak ada makan siang yang mereka
pesan, karena siang itu mereka hanya ingin bicara.
“Sebenernya ada yang mau ku bilang?” Mita membuka percakapan.
“Apa?”
Mita menrik nafas dalam-dalam dan memberanikan diri untuk
bicara “kayaknya
kita udah gak cocok deh?”
“Maksudnya apa nih?” Fauzi panik, agaknya dia menyadari
obrolan ini bakalan berakhir dengan buruk.
Mita tertundk “Kita udahan aja”
“Udahan aja?”
“Iya, hubungan kita sampai disini aja”
“Tungu-tunggu, maksudnya apa sih?”
Dengan hati-hati mita menjawab “Jadi, kita Putus”
“Putus?!” Fauzi kaget, dugaannya benar
“Iya kita
putus. Kita udah sejalan lagi, kamu
udah sibuk melulu dan aku juga udah sibuk dengan urusanku. Udah gak ada
yang bisa di pertahanin dari hubungan kita.
Maaf zi kita udahan aja”
“ Cuma
gara-gara itu! Terus kita putus!” mata Fauzi terbelalak
“ Maaf zi. Aku
gak bisa lama-lama”
Mita memperbaiki posisi dudukknya. Dan bersiap-siap untuk meninggalkan kafe itu
Fauzi hanya
diam “Bill nya biar
aku yang bayar” Ujar Mita.
Mita beranjak dari duduknya dan meninggalkan Fauzi
sendirian.
***
Fauzi merebahkan tubuhnya ke kasur, pandangannya kosong. Ia
menarik nafas dalam-dalam seolah ia ingin melupakan semua yang baru aja
terjadi.
Aku mematikan laptopku, memperbaiki posisi dudukku dan duduk
sambil bersila memeluk bantal kesayangan. “Hah! Udahlah cuy. Skarang bukan
saatnya galau lagi”
“Kayaknya kau bener. Selama ini aku
salah”
kalau saja aku tau dari dulu pasti semuanya gak kayak gini”
“Udah terjadi fay, gak usah di sesali
terus gak ada gunanya”
Aku beranjak dari dudukku, lalu mengambil dompetku dari
dalam lemari. “Kita
keluar yok! Aku yang traktir”
“Kemana”
“Biasa! bakso Mas Agung” aku terseyum kecil
Fauzi membalas senyumanku “Okeh!”
Malam itu menjadi malam yang panjang. Kami menikmati seporsi
bakso sambil mendengarkn cerita dari Bang Tono, salah satu pelayan Warung Bakso
Mas Agung yang memiliki kedekatan khusus dengan kami.
Kami dusuguhi kopi hitam gratis, bang tono cerita panjang
lebar tentang kisah cintanya, sesekali asap rokok mengepul dari mulutnya.
“Kalian tau, patah hati memang
menyakitkan. Tapi hidup ini harus terus berjalan. Kalo tidak kita hanya akan
menjadi sampah”
Sorot matanya tajam ada kenangan yang agaknya ingin ia ceritakan pada kami,
cerita tentang kisah cintanya yang kelam.
-------------------------------oOo-----------------------------